Serat Centhini disusun
berdasarkan kisah perjalanan putra-putri Sunan Giri setelah dikalahkan oleh
Pangeran Pekik dari Surabaya, ipar Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Kisah
dimulai setelah tiga putra Sunan Giri berpencar meninggalkan tanah mereka untuk
melakukan perkelanaan, karena kekuasaan Giri telah dihancurkan oleh Mataram.
Mereka adalah Jayengresmi, Jayengraga/Jayengsari, dan seorang putri bernama Ken
Rancangkapti.
Jayengresmi, dengan diikuti
oleh dua santri bernama Gathak dan Gathuk, melakukan "perjalanan
spiritual" ke sekitar keraton Majapahit, Blitar, Gamprang, hutan Lodhaya,
Tuban, Bojonegoro, hutan Bagor, Gambirlaya, Gunung Padham, desa Dhandher,
Kasanga, Sela, Gubug Merapi, Gunung Prawata, Demak, Gunung Muria, Pekalongan,
Gunung Panegaran, Gunung Mandhalawangi, Tanah Pasundan, Bogor, bekas keraton
Pajajaran, Gunung Salak, dan kemudian tiba di Karang.
Dalam perjalanan ini,
Jayengresmi mengalami "pendewasaan spiritual", karena bertemu dengan
sejumlah guru, tokoh-tokoh gaib dalam mitos Jawa kuno, dan sejumlah juru kunci
makam-makam keramat di tanah Jawa. Dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh itu, dia
belajar mengenai segala macam pengetahuan dalam khazanah kebudayaan Jawa, mulai
dari candi, makna suara burung gagak dan prenjak, khasiat burung pelatuk,
petunjuk pembuatan kain lurik, pilihan waktu berhubungan seksual, perhitungan
tanggal, hingga ke kisah Syekh Siti Jenar. Pengalaman dan peningkatan
kebijaksanaannya ini membuatnya kemudian dikenal dengan sebutan Seh (Syekh)
Amongraga. Dalam perjalanan tersebut, Syekh Amongraga berjumpa dengan Ni Ken
Tambangraras yang menjadi istrinya, serta pembantunya Ni Centhini, yang juga
turut serta mendengarkan wejangan-wejangannya.
Jayengsari dan Rancangkapti
diiringi santri bernama Buras, berkelana ke Sidacerma, Pasuruan, Ranu Grati,
Banyubiru, kaki Gunung Tengger, Malang, Baung, Singhasari, Sanggariti, Tumpang,
Kidhal, Pasrepan, Tasari, Gunung Bromo, Ngadisari, Klakah, Kandhangan,
Argopuro, Gunung Raung, Banyuwangi, Pekalongan, Gunung Perau, Dieng, sampai ke
Sokayasa di kaki Gunung Bisma Banyumas.
Dalam perjalanan itu mereka
berdua mendapatkan pengetahuan mengenai adat-istiadat tanah Jawa, syariat para
nabi, kisah Sri Sadana, pengetahuan wudhu, salat, pengetahuan dzat Allah, sifat
dan asma-Nya (sifat dua puluh), Hadist Markum, perhitungan slametan orang
meninggal, serta perwatakan Pandawa dan Kurawa.
Setelah melalui perkelanaan
yang memakan waktu bertahun-tahun, akhirnya ketiga keturunan Sunan Giri
tersebut dapat bertemu kembali dan berkumpul bersama para keluarga dan
kawulanya, meskipun hal itu tidak berlangsung terlalu lama karena Syekh
Amongraga (Jayengresmi) kemudian melanjutkan perjalanan spiritualnya menuju
tingkat yang lebih tinggi lagi, yaitu berpulang dari muka bumi.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_Centhini
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Assalamualaikum. Dah baca kandungan, boleh tinggalkan komen. Terima kasih.