Hikayat Pocut Muhammad ini
semula berasal dari sebuah naskah koleksi Museum Banda Aceh yang kemudian
disunting oleh Drs. Ramli Harun dan diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku
Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981.
Secara ringkas hikayat ini
mengisahkan keadaan Negeri Aceh pada masa pemerintahan Raja Muda, putera
pertama Sultan Alaudin. Raja Muda mempunyai adik tiga orang, yaitu Pocut
Keling, Pocut Sandang dan Pocut Muhammad. Pada masa pemerintahan Raja Muda,
keadaan negeri sangat kacau. Hukum dan adat tidak terpelihara, Bajak laut
merajalela, bahkan ada sebagian orang berpendapat bahwa pada waktu itu di Aceh
tidak ada hukum lagi.
Keadaan negeri yang tidak
menentu dan kacau balau itu sebenarnya disebabkan ulah seorang keturunan Arab
bernama Jamaloialam yang berkuasa di Gampong Jawa, yaitu kawasan Bandar Aceh
yang banyak menghasilkan bea masuk. Jamaloialam menjadi penguasa di Gampong
Jawa ini sejak pemerintahan Sultan Alaudin, ayah Raja Muda. Melihat
kepemimpinan Raja Muda yang lemah, Pocut Muhammad tidak senang. Ia melihat
negeri seolah-olah dikuasai oleh dua orang: Raja Muda berkuasa di Keraton dan
Jamaloialam berkuasa di Gampong Jawa. Dengan dukungan kedua kakaknya, Pocut
Keling dan Pocut Sandang, maka Pocut Muhammad berniat menyerang Gampong Jawa.
Rencana ini diketahui oleh Raja Muda sehingga adiknya diingatkan akan pesan
ayahnya agar tidak menyerang Jamaloialam. Selain itu Raja Muda juga melarang
semua hulubalang membantu Pocut Muhammad.
Dalam upaya mewujudkan
cita-citanya itu, Pocut Muhammad mencari dukungan rakyat. Ia pergi ke Pidie.
Dalam perjalanannya ke Pidie, ia singgah di Cot Peukan Tuha. Di tempat ini ia
mendapat dukungan hulubalang dari daerah Meuntroe dan Bentara. Tokoh daerah ini
yang membantu perjuangannya, diantaranya ialah Pangulee Peunaroe alias Bentara
Keumangan; seorang tokoh yang dalam perang Glumpangan Payong pernah
diselamatkan nyawanya oleh Jamaloialam. Di daerah Timur, yaitu di Awe Geutah,
Langsa dan Pasi Puteh, Pocut Muhammad juga mendapat dukungan besar dari
tokoh-tokoh daerah itu.
Mengetahui daerah
kekuasaannya akan diserang, Jamaloialam meminta bantuan dari Kuala Meulaboh,
Sinagan, Bubon dan Ranto Seumayam. Bahkan Jamaloialam meminta bantuan dari
negeri Batak. Setelah kedua belah pihak mempersiapkan pasukannya, perang pecah
dengan dahsyatnya. Meriam Lada Sicupak milik pasukan Pocut Muhammad berlaga
dengan meriam Jeura Hitam dari Gampong Jawa. Satu demi satu benteng
Jamaloialam, seperti: benteng Peumayong, benteng Meuraksa, benteng Gampong
Pang, benteng Kuala, benteng Gampong Pande dan benteng Neujit diruntuhkan.
Jamaloialam kalah dan melarikan diri ke Lam Baro. Seusai perang, Raja Muda
tetap berkuasa di Banda Aceh dengan memperoleh sebagian hasil pelabuhan yang
sebelumnya diperoleh Jamaloialam. Pocut Muhammad menikah dengan seorang puteri
dari Lam Bhuk.
Dilihat secara sepintas, tema
yang terkandung dalam Hikayat Pocut Muhammad merupakan tema yang banyak
dijumpai pada hikayat yang lain, yaitu tema kepahlawanan. Jika disimak dengan
saksama ada beberapa hal yang patutu diungkapkan dari hikayat ini, yakni (1)
keberanian Pocut Muhammad untuk mengubah “kezaliman” yang diamanatkan oleh
ayahnya, Sultan Alaudin, agar tidak mengganggu gugat kekuasaan Jamaloialam yang
pernah berjasa terhadap negada dan (2) keberanian Bentara Keumangan untuk membedakan
antara budi baik dan kezaliman.
Sebagai seorang anak raja,
Pocut Muhammad tentunya akan berupaya berbakti kepada almarhum ayahnya, tetapi
ia menyadari bahwa berbakti kepada orangtua dengan mengorbankan negara dan
rakyat merupakan perbuatan yang keliru. Keadaan Banda Aceh yang kacau, tanpa
hukum dan yang berlaku hukum rimba; siapa yang kuat adalah yang berkuasa,
mengusik hati Pocut Muhammad untuk memperbaiki keadaan itu. Memang korban jiwa
tidak dapat dihindari dalam peperangan di antara kedua pihak tersebut. Namun
akhirnya tatanan kehidupan bernegara dapat ditegakkan kembali di Banda Aceh
setelah kekalahan Jamaloialam. Demikian pula halnya dengan Bentara Keumangan
yang telah berbuat serupa seperti apa yang dilakukan oleh Pocut Muhammad.
Bahkan keputusan Bentara Keumangan untuk memerangi orang yang telah menolong
jiwanya, Jamaloialam yang akhirnya telah berbuat sewenang-wenang, patut
mendapat nilai tersendiri. Dalam hal ini tampak bahwa Bentara Keumangan lebih
mementingkan keselamatan negara dan rakyat banyak daripada hanya sekedar
mengenang budi baik, walaupun akhirnya ia harus menebus keberaniannya dengan
nyawanya. Dengan demikian, dalam Hikayat Pocut Muhammad, dapat dijumpai dua
tokoh yang memiliki wawasan, keteguhan hati dan keberanian yang sama, yang rela
mengorbankan kepentingan pribadinya untuk kepentingan masyarakat.
Sumber : http://uun-halimah.blogspot.com/2008/07/hikayat-pocut-muhammad.html
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Assalamualaikum. Dah baca kandungan, boleh tinggalkan komen. Terima kasih.